Minggu, 03 Oktober 2010

BAB 2. Penduduk, masyarakat ,kebudayaan

Subbab 14. Menjelaskan  7 unsur kebudayaan

7 unsur-unsur kebudayaan

Unsur-unsur kebudayaan
Kebudayaan umat manusia mempunyai unsur-unsur yang bersifat universal. Unsur-unsur kebudayaan tersebut dianggap universal karena dapat ditemukan pada semua kebudayaan bangsa-bangsa di dunia.
Menurut Koentjaraningrat ada tujuh unsur kebudayaan universal, yaitu:
  1. Sistem religi yang meliputi:
    • sistem kepercayaan
    • sistem nilai dan pandangan hidup
    • komunikasi keagamaan
    • upacara keagamaan
  2. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi:
    • kekerabatan
    • asosiasi dan perkumpulan
    • sistem kenegaraan
    • sistem kesatuan hidup
    • perkumpulan
  3. Sistem pengetahuan meliputi pengetahuan tentang:
    • flora dan fauna
    • waktu, ruang dan bilangan
    • tubuh manusia dan perilaku antar sesama manusia
  4. Bahasa yaitu alat untuk berkomunikasi berbentuk:
    • lisan
    • tulisan
  5. Kesenian yang meliputi:
    • seni patung/pahat
    • relief
    • lukis dan gambar
    • rias
    • vokal
    • musik
    • bangunan
    • kesusastraan
    • drama
  6. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi yang meliputi:
    • berburu dan mengumpulkan makanan
    • bercocok tanam
    • peternakan
    • perikanan
    • perdagangan
  7. Sistem peralatan hidup atau teknologi yang meliputi:
    • produksi, distribusi, transportasi
    • peralatan komunikasi
    • peralatan konsumsi dalam bentuk wadah
    • pakaian dan perhiasan
    • tempat berlindung dan perumahan
    • senjata
studi kasus :
IMPLIKASI KEBERADAAN PPI TERHADAP PERTUMBUHAN KAWASAN EKONOMI PERIKANAN (STUDI KASUS: PPI KARANGSONG KECAMATAN INDRAMAYU PROVINSI JAWA BARAT)
O M A T, (2008) IMPLIKASI KEBERADAAN PPI TERHADAP PERTUMBUHAN KAWASAN EKONOMI PERIKANAN (STUDI KASUS: PPI KARANGSONG KECAMATAN INDRAMAYU PROVINSI JAWA BARAT). Masters thesis, UNIVERSITAS DIPONEGORO.
Abstract
Abstrak Keberadaan PPI Karangsong sebagai sarana yang menampung kegiatan perikanan membentuk hubungan keterkaitan yang berlangsung pada kegiatan hulu dan hilir. Hubungan keterkaitan dalam kegiatan perikanan membentuk interaksi fisik, ekonomi dan sosial. Adanya hubungan interaksi tersebut berimplikasi pada pertumbuhan kawasan sekitarnya. Permasalahan dalam produktivitas kegiatan perikanan terhadap tingkat kesejahteraan terjadi pada nelayan pencari ikan dan buruh nelayan. Mengingat pelaku usaha yang mendominasi dalam kegiatan perikanan adalah nelayan (nelayan buruh), sementara stratifikasi nelayan Karangsong bukanlah suatu entitas tunggal, melainkan terdiri dari beberapa kelompok yang dapat dibedakan oleh kondisi kemampuan permodalan, selain itu terjadi ketimpangan dalam sistem bagi hasil pendapatan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui implikasi keberadaan PPI sebagai sarana kegiatan perikanan terhadap pertumbuhan kawasan ekonomi perikanan yang berlangsung di PPI Karangsong Kecamatan Indramayu dan merumuskan strategi pengembangan kawasan ekonomi perikanan. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian diperoleh bahwa kegiatan perikanan yang berlangsung pada kegiatan hulu dan hilir telah menciptakan nilai pendapatan diantaranya nilai pendapatan yang diperoleh pemerintah (1,6 %) sebagai penyedia sarana PPI Karangsong dan pihak pengelola PPI Karangsong yakni KPL Mina Sumitra, yang meliputi nilai pendapatan dari alokasi penyelenggaraan (1,65 %) dan operasional TPI (0,80 %), kemudian nilai pedapatan yang diperoleh bakul ikan memperoleh keuntungan marjinal dari hasil memasarkan ikan untuk wilayah lokal (11,23 %) dan pemasaran di luar Wilayah Indramayu (14,41 %). Kegiatan perikanan yang berlangsung di PPI Karangsong saat ini telah menstimulir pertumbuhan kawasan ekonomi melalui rantai nilai kegiatan perikanan yaitu tumbuhnya kewirausahaan dan dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal yang didasari oleh adanya pemanfaatan sumber daya pesisir kelautan (alam, manusia, kelembagaan dan modal), yang dapat menciptakan aktivitas pada pelaku usaha dalam keterkaitan kegiatan perikanan, sehingga dapat mendorong peningkatan kualitas dan kesejahteraan masyarakat Rekomendasi yang dapat diberikan terkait dalam permasalahan perolehan nilai pendapatan bagi nelayan pencari ikan (Buruh nelayan) dalam rangka mendorong peningkatan kesejahteran adalah melakukan hubungan kerjasama antara pihak perbankan dengan koperasi (lingkage program) untuk memberikan permodalan bagi nelayan (nelayan pencari ikan), hal ini diharapakan dapat merubah variasi pembagian pendapatan, terkait dalam sistem bagi hasil nelayan Karangsong yang terjadi antara nelayan dan juragan. Kata kunci: Keberadaan PPI, kegiatan perikanan, pertumbuhan kawasan ekonomi perikanan.

Opini : 
kerjasama dan komunikasi yang baik bisa lebih mengoptimalkan pekerjaan dan dengan adanya ppi maka bisa membantu dalam meningkatkan kesejahteraan para pelaku usaha
Subbab 15. Menjelaskan wujud kebudayaan
By admin | February 20, 2009
Kebudayaan mempunyai paling sedikit tiga wujud, yaitu: (1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya; (2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat; (3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala atau dengan perkataan lain dalam alam pikiran.
Wujud kedua dari kebudayaan yang sering disebut sebagai sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri, bersifat konkret dan dapat diobservasi serta didokumentasi.
Wujud ketiga dari kebudayaan disebut sebagai kebudayaan fisik, dan memerlukan keterangan banyak, karena merupakan seluruh isi total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda yang dapat difoto, diraba dan diobservasi.
Studi kasus :

relief sebagai media pendidikan etik studi kasus cerita kresnayana candi panataran

Deta Kumara

Abstrak


ABSTRAK
Widyaskumara, Deta Dyan. 2009. Relief Sebagai Media Pendidikan Etik: Studi
Kasus Relief Cerita Krsnayana di Candi Panataran.
Skripsi, Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Malang.
Pembimbing : (1) Drs. Slamet Sujud P.J, M.Hum (II) Drs. M.
Dwi Cahyono, M.Hum.
Kata kunci : pendidikan etik, Krsnayana, relief candi.
Penelitian ini dilatari oleh permasalahan keadaan melemahnya moralitas
masyarakat Indonesia sekarang ini. Jika hal ini dibiarkan pastinya akan
menimbulkan ketidakteraturan dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu
diperlukan penanaman moral yang baik melalui suatu pendidikan etik atau etika.
Media yang dapat kita manfaatkan adalah relief cerita yang biasanya banyak
dipahatkan pada candi-candi. Relief cerita yang dipahatkan sarat akan ajaranajaran
moral seperti halnya relief cerita Krsnayana pada Candi Panataran.
Permasalahan yang diteliti adalah (1) alasan yang terdapat di balik pemilihan
cerita Krsnayana untuk dipahatkan di teras II Candi Induk Panataran, (2)
kandungan nilai etik yang terkandung dalam setiap panil relief cerita Krsnayana di
teras II Candi Panataran, (3) relevansi nilai yang terkandung dalam relief cerita
Krsnayana dengan konteks kekinian. Tujuan dari penelitian ini adalah (1)
mengetahui alasan pemilihan cerita Krsna untuk dipahatkan pada candi Panataran,
(2) mengetahui kandungan nilai etik dalam relief cerita Krsnayana, (3) relevansi
nilai yang terkandung dalam relief cerita Krsnayana dengan konteks kekinian.
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif karena
penelitian ini menghasilkan data deskriptif. Dalam penelitian ini peneliti
merupakan kunci dalam menentukan keberhasilan dari penelitian. Pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan arkeologi karena berhubungan dengan
peninggalan bersejarah berupa kebudayaan material.
Hasil penelitian ini meliputi, pertama hubungan cerita Krsnayana dengan
funsi keagamaan adalah sebagai pemelihara daerah sekitar gunung Kelud dari
keganasan yang ditimbulkannya, meskipun latar agama candi Panataran adalah
Siwa, namun keberadaan Wisnu adalah sebagai pelengkap untuk memelihara dari
kemurkaan dewa Siwa. Kedua, relief cerita Krsnayana berfungsi sebagai media
penyucia jiwa (katarisasi) dalam upacara keagamaan. Ketiga, dalam relief cerita
Krsnayana memiliki beberapa kandungan nilai, yaitu nilai umum yang
berhubungan dengan nilai keagamaan agama Hindu yang terdiri dari karmapala,
samsara, yajna (sacrifice), dharma dan adharma. Nilai khususnya terdapat dalam
setiap adegan dalam setiap panil yang meliputi nilai hubungan manusia dengan
Tuhan, manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain dan
manusia dengan alam. Keempat, nilai-nilai yang digali dalam relief cerita
Krsnayana relevan dengan konteks kehidupan kekinian dapat dijadikan contoh
dalam rangka memperbaiki keadaan masyarakat Indonesia yang sudah banyak
melupakan nilai-nilai moral dalam kehidupannya.
ii
Saran yang dapat disumbangkan adalah berkenaan dengan pemanfaatan
media-media peninggalan masa lampau atau bahkan kebudayaan-kebudayaan
yang ada untuk media pendidikan etik. Sehingga masalah degradasi moral dapat
segera diatasi. Tugas kita adalah bagaimana menjaga agar anasir budaya itu tidak
punah. Selain itu dengan seksama menggali nilai-nilai etik yang terkandung di
dalamnya. Menanamkan kembali nilai-nilai etik pada masyarakat sejak dini
sehingga lewat cerita-cerita tradisi baik oral maupun visual, dapat proses
pembentukan generasi muda yang bermoral. Kemudian bagi para pendidik
diharapkan untuk menjalankan tugas dengan baik dan mencetak generasi bangsa
yang cerdas dan bermoral. Dikemudian hari diharapkan pelajaran nilai yang digali
dari benda arkeologi ini dapat disertakan dalam proses belajar mengajar, sehingga
tugas seorang pendidik yang bukan hanya mentransfer ilmu namun juga mendidik
generasi muda bisa terlaksna.
Opini :
 dengan adanya peninggalan di masa lalu kita bisa belajar tentang sejarah dan semua nilai yang terkandung di dalamnya dan jika di sejarah masa lalu tersebut terdapat suatu kesalahan kita bisa untuk tidak mengulangi suatu kesalahan yang sama
subbab 16. Menerangkan pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan

Indonesia

Senin, 10-12-2007 15:28:51 oleh: sekar ramadhania wahyu & hanna merliandra
Kanal: Remaja
Perkembangan Sosial Dan Kebudayaan IndonesiaSetiap kehidupan di dunia ini tergantung pada kemampuan beradaptasi terhadap lingkungannya dalam arti luas. Akan tetapi berbeda dengan kehidupan lainnya, manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif. Manusia tidak sekedar mengandalkan hidup mereka pada kemurahan lingkungan hidupnya seperti ketika Adam dan Hawa hidup di Taman Firdaus. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengelola lingkungan dan mengolah sumberdaya secara aktif sesuai dengan seleranya. Karena itulah manusia mengembangkan kebiasaan yang melembaga dalam struktur sosial dan kebudayaan mereka. Karena kemampuannya beradaptasi secara aktif itu pula, manusia berhasil menempatkan diri sebagai makhluk yang tertinggi derajatnya di muka bumi dan paling luas persebarannya memenuhi dunia.
Di lain pihak, kemampuan manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif itu telah membuka peluang bagi pengembangan berbagai bentuk organisasi dan kebudayaan menuju peradaban. Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan kebudayaan dunia, baik sebagai perwujudan adaptasi kelompok sosial terhadap lingkungan setempat maupun karena kecepatan perkembangannya.
MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN INDONESIA
Dinamika sosial dan kebudayaan itu, tidak terkecuali melanda masyarakat Indonesia, walaupun luas spektrum dan kecepatannya berbeda-beda. Demikian pula masyarakat dan kebudayaan Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun perkembangannya dewasa ini agak tertinggal apabila dibandingkan dengan perkembangan di negeri maju lainnya. Betapapun, masyarakat dan kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah mengalami kemandegan sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi.
Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang mmicu perubahan sosial, Petama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka .
Betapapun cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang melanda, dan factor apapun penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan kontra terhadap masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi pro dan kontra itu dapat mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi sosial terutama dalam masyarakat majemuk dengan multi kultur seperti Indonesia.
PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN DEWASA INI
Masyarakat Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba yang amat dahsyat sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh. Sedang tuntutan reformasi itu berpangkal pada kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Tidaklah mengherankan apabila masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami kelimbungan dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini.
Penerapan teknologi maju
Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional selama 32 tahun yang lalu telah menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping ketrampilan dan keahlian tenagakerja dengn sikap mental yang mendukungnya. Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive capital investment); Modal yang besar itu harus dikelola secara professional (management) agar dapat mendatangkan keuntungan materi seoptimal mungkin; Karena itu juga memerlukan tenagakerja yang berketrampilan dan professional dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan (achievement orientation).
Tanpa disadari, kenyataan tersebut, telah memacu perkembangan tatanan sosial di segenap sector kehidupan yang pada gilirannya telah menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dalam proses perkembangan sosial budaya itu, biasanya hanya mereka yang mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik, ekonomi dan teknologi yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang tidak siap akan tergusur dan semakin terpuruk hidupnya, dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan sosial yang pada gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar potensi konflik sosial.dalam masyarakat majemuk dengan multi kulturnya.
Keterbatasan lingkungan (environment scarcity)
Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat exploitative dan expansif dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin berat yang mahal harganya dan beaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan dhutan secara besar-besaran tanpa mengenal waktu siang dan malam, demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus menerus dan mengoah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar. Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang pada gilirannya mengancam kehidupan penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan mengembangkan kehidupan di lingkungan yang di explotasi secara besar-besaran.
Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas lingkungan geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada sumber daya alam yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang dengan peralatan modern, kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan kearifan lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat.
Ketimpangan sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya juga menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang harus nmampu memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang seringkali dilupakan orang adalah lumpuhnya pranata sosial lama sehingga penduduk seolah-olahkehilangan pedoman dalam melakukan kegiatan. Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam menata kehidupan pendudduk sehari-hari. Seolah-olah terah terjadi kelumpuhan sosial seperti kasus lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa alas an hokum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak.
Kelumpuhan sosial itu telah menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut dengan pertikaian yang disertai kekerasan ataupun amuk.
PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN
Sejumlah peraturan dan perundang-undangan diterbitkan pemerintah untuk melindungi hak dan kewajiban segenap warganegara, seperti UU Perkawinan monogamous, pengakuan HAM dan pengakuan kesetaraan gender serta pengukuhan “personal, individual ownership” atas kekayaan keluarga mulai berlaku dan mempengaruhi sikap mental penduduk dengan segala akibatnya.
PENDIDIKAN
Kekuatan perubahan yang sangat kuat, akan tetapi tidak disadari oleh kebanyakan orang adalah pendidikan. Walaupun pendidikan di manapun merupakan lembaga ssosial yang terutama berfungsi untuk mempersiapkan anggotanya menjadi warga yang trampil dan bertanggung jawab dengan penanaman dan pengukuhan norma sosial dan nilai-nilai budaya yang berlaku, namun akibat sampingannya adalah membuka cakrawala dan keinginan tahu peserta didik. Oleh karena itulah pendidikan dapat menjadi kekuatan perubahan sosial yang amat besar karena menumbuhkan kreativitas peserta didik untuk mengembangkan pembaharuan (innovation).
Di samping kreativitas inovatif yang membekali peserta didik, keberhasilan pendidikan menghantar seseorang untuk meniti jenjang kerja membuka peluang bagi mobilitas sosial yang bersangkutan. Pada gilirannya mobilitas sosial untuk mempengaruhi pola-pola interaksi sosial atau struktur sosial yang berlaku. Prinsip senioritas tidak terbatas pada usia, melainkan juga senioritas pendidikan dan jabatan yang diberlakukan dalam menata hubungan sosial dalam masyarakat.
Dengan demikian pendidikan sekolah sebagai unsur kekuatan perubahan yang diperkenalkan dari luar, pada gilirannya menjadi kekuatan perubahan dari dalam masyarakat yang amat potensial. Bahkan dalam masyarakat majemuk Indonesia dengan multi kulturnya, pendidikan mempunyai fungsi ganda sebagai sarana integrasi bangsa yang menanamkan saling pengertian dan penghormatan terhadap sesama warganegara tanpa membedakan asal-usul dan latar belakang sosial-budaya, kesukubangsaan, keagamaan, kedaerahan dan rasial. Pendidikan sekolah juga dapat berfungsi sebagai peredam potensi konflik dalam masyarakat majemuk dengan multi kulurnya, apabila diselenggarakan dengan benar dan secara berkesinambungan.
Di samping pendidikan, penegakan hukum diperlukan untuk menjain keadilan sosial dan demokratisasi kehidupan berbangsa dalam era reformasi yang memicu perlembangan sosial-budaya dewasa ini. Kebanyakan orang tidak menyadari dampak sosial reformasi, walaupun mereka dengan lantangnya menuntut penataan kembali kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sesungguhnya reformasi mengandung muatan perubahan sosial-budaya yang harus diantisipasi dengan kesiapan masyarakat untuk menerima pembaharuan yang seringkali menimbulkan ketidak pastian dalam prosesnya.
Tanpa penegakan hukum secara transparan dan akuntabel, perkembangan sosial-budaya di Indonesia akan menghasilkan bencana sosial yang lebih parah, karena hilangnya kepercayaan masyarakat akan mendorong mereka untuk bertindak sendiri sebagaimana nampak gejala awalnya dewasa ini. Lebih berbahayalagi kalau gerakan sosial itu diwarnai kepercayaan keagamaan, seperti penatian datangnya ratu adil dan gerakan pensucian (purification) yang mengharamkan segala pembaharuan yang dianggap sebagai “biang” kekacauan.
Betapaun masyarakat harus siap menghadapi perubahan sosial budaya yang diniati dan mulai dilaksanakan dengan reformasi yang mengandung makna perkembangan ke arah perbaikan tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Studi kasus :
IMBAL JASA LINGKUNGAN
DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR
(Studi kasus : Kabupaten Karanganyar – Kota Surakarta)
TUGAS AKHIR
OLEH :
TOMMY FAIZAL W.
L2D 005 406
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2009
ABSTRAK
Kebutuhan air untuk memenuhi aktivitas penduduk makin meningkat. Peningkatan itu terjadi bukan
hanya karena penduduk yang bertambah, tetapi juga karena aktivitas yang membutuhkan air meningkat,
seperti kawasan industri, perdagangan, pendidikan, pariwisata, dan sebagainya. Peningkatan kebutuhan air
yang mencapai 4-8% pertahun perlu diantisipasi secara baik agar tidak terjadi krisis air dimasa mendatang.
Untuk menghadapi meningkatnya kebutuhan air dan kompetisi penggunaaan air yang semakin ketat maka
diperlukan pengelolaan sumberdaya air yang memadai (Darmawan, 2006).
Pelaksanaan pembangunan selama ini secara umum telah berhasil meningkatkan kesejahteraan
masyarakat baik dari segi kualitas maupun kuantitas dalam kondisi jumlah penduduk yang semakin
meningkat. Namun sebagian dari pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan potensi sumber daya alam
ternyata berdampak pada terjadinya kerusakan atau penurunan kualitas daya dukung lingkungan karena
tidak diiikuti dengan upaya pelestarian lingkungan. Meningkatnya kerusakan lingkungan mengakibatkan
meningkatnya ancaman terjadinya bencana lingkungan. Salah satu indikator kerusakan lingkungan
diantaranya adalah lahan kritis. Menurut BP DAS Pemali-Jratun, Serayu-Opak-Progo, dan BP DAS Solo
Jawa Tengah Dalam Angka (JDA) 2008, luas lahan kritis di Jawa Tengah mencapai 572.431,37 ha yang
tersebar di berbagai Daerah Aliran Sungai (DAS) (PSDA Jateng, 2008).
Upaya pelestarian lingkungan pada lahan kritis telah dilaksanakan oleh pemerintah dengan dana
APBN maupun APBD bersama masyarakat. Namun mengingat kompleksitas dan intensitas permasalahan
lingkungan yang semakin tinggi, maka diperlukan upaya yang lebih intensif dan terpadu dengan
memanfaatkan seluruh potensi sumber daya yang ada. Salah satu upaya yang dapat dikembangkan
diantaranya adalah melalui penerapan Imbal Jasa Lingkungan (Payment for Environmental Service/PES).
Kendala terbesar adalah merubah paradigma pemanfaatan jasa lingkungan yang selama ini
memperoleh secara gratis menjadi pemanfaat jasa yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan
Dari uraian diatas maka pertanyaan penelitian yang muncul adalah bagaimana imbal jasa lingkungan
dapat diterapkan sebagai salah satu upaya menjaga potensi sumber daya air ?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan memberikan
gambaran, penjelasan serta pengertian tentang keadaan atau apa yang ada di wilayah studi dengan jelas
untuk menganalisa data yang berbentuk non numerik. Kualitatif deskriptif digunakan untuk menganalisis
potensi dan sebaran mata air dan air tanah, jenis kegiatan yang terdapat di sekitar mata air dan air tanah,
pelaku kegiatan di sekitar mata air dan air tanah, peran dan kontribusi pelaku kegiatan, dan tingkat
penerimaan (acceptance) terhadap penerapan imbal jasa lingkungan. Selain itu digunakan metode super
impose yang bermanfaat dalam kaitannya dengan aspek keruangan dimana menggunakan bantuan
peta.Metode skoring digunakan untuk memnentukan jenis kegiatan apa yang dapat dikenai imbal jasa
lingkungan berdasarkan beberapa kriteria yang telah ditentukan.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan teknik skoring dihasilkann lima kegiatan yang
masuk dalam kelompok kegiatan yang layak dikenakai imbal jasa yaitu industri tekstil, industri air minum
dalam kemasan (AMDK), industri berat (logam), PDAM, dan penjualan air bersih dengan truk tangki. Selain
itu terdapat tiga kegiatan yang memiliki total nilai antara tujuh sampai tujuh belas yaitu peternakan, hotel
dan restoran, dan pariwisata dimana masuk dalam kriteria tidak layak dikenai imbal jasa lingkungan.
Pola penerapan imbal jasa oleh badan usaha milik daerah yaitu PDAM di wilayah studi
menggunakan mekanisme imbal jasa secara langsung. Implementasi imbal jasa lingkungan tersebut melalui
pembayaran jasa lingkungan oleh PDAM di Kecamatan Ngargoyoso yang merupakan daerah sumber air
baku PDAM. Mekanisme penerapan imbal jasa lingkungan oleh pelaku dunia usaha (industri AMDK,
industri tekstil, dan industri berat) menggunakan model imbal jasa melalui lembaga mediasi dimana
lembaga tersebut terdiri dari pihak-pihak terkait pemanfaatan sumber daya air. Pihak-pihak tersebut antara
lain perangkat desa, paguyuban pengguna air (P3A), dan gabungan kelompok tan di daerah hulu yaitu
Kecamatan Ngargoyoso, Karangpandan, dan Tawangmangu.
Kata kunci : imbal jasa lingkungan, sumber daya air, pelestarian sumber daya air
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan air untuk memenuhi aktivitas penduduk makin meningkat. Peningkatan itu
terjadi bukan hanya karena penduduk yang bertambah, tetapi juga karena aktivitas yang
membutuhkan air m eningkat, seperti kawasan industri, perdagangan, pendidikan, pariwisata, dan
sebagainya. Peningkatan kebutuhan air yang mencapai 4-8% pertahun perlu diantisipasi secara baik
agar tidak terjadi krisis air dimasa mendatang. Untuk menghadapi meningkatnya kebutuhan air dan
kompetisi penggunaaan air yang semakin ketat maka diperlukan pengelolaan sumberdaya air yang
memadai.
Pelaksanaan pembangunan selama ini secara umum telah berhasil meningkatkan
kesejahteraan masyarakat baik dari segi kualitas maupun kuantitas dalam kondisi jumlah penduduk
yang semakin meningkat. Namun sebagian dari pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan
potensi sumber daya alam ternyata berdampak pada terjadinya kerusakan atau penurunan kualitas
daya dukung lingkungan karena tidak diiikuti dengan upaya pelestarian lingkungan. Meningkatnya
kerusakan lingkungan mengakibatkan meningkatnya ancaman terjadinya bencana lingkungan.
Salah satu indikator kerusakan lingkungan diantaranya adalah lahan kritis. Menurut BP DAS
Pemali-Jratun, Serayu-Opak-Progo, dan BP DAS Solo Jawa Tengah Dalam Angka (JDA) 2008,
luas lahan kritis di Jawa Tengah mencapai 572.431,37 ha yang tersebar di berbagai Daerah Aliran
Sungai (DAS)(PSDA Jateng, 2008).
Upaya pelestarian lingkungan pada lahan kritis telah dilaksanakan oleh pemerintah dengan
dana APBN maupun APBD bersama masyarakat. Namun mengingat kompleksitas dan intensitas
permasalahan lingkungan yang semakin tinggi, maka diperlukan upaya yang lebih intensif dan
terpadu dengan memanfaatkan seluruh potensi sumber daya yang ada. Salah satu upaya yang dapat
dikembangkan diantaranya adalah melalui penerapan Imbal Jasa Lingkungan (Payment for
Environmental Service/PES).
Konsep Imbal Jasa Lingkungan didasarkan pada pemahaman bahwa lingkungan berserta
segenap komponen didalamnya memiliki peran dalam mendukung kehidupan yang selama ini
belum dipertimbangkan dalam sistem ekonomi. Sebagai contoh, nilai suatau kawasan hutan hanya
dihitung berdasarkan jumlah produksi kayu, tanpa memperhitungkan peran (jasa) hutan dalam
pengaturan tata air, pencegahan bencana alam, sumber keanekaragaman hayati, penyerapan polutan
atau karbon, penyediaan pemandangan yang indah, dan lain-lain. Pengelola hutan yang menjamin
tidak mengubah fungsi hutan dapat dianggap sebagai penyedia (seller) jasa. Pada sisi lain, pihak
2
yang memanfaatkan keberadaan hutan dapat dikategorikan sebagai pengguna (buyer) jasa. Dalam
sistem ekonomi pihak pengguna harus membayar kepada penyedia untuk dapat memanfaatkan jasa
tersebut.
Jenis jasa lingkungan yang berkembang saat ini meliputi perlindungan air baku,
pengelolaan daerah aliran sungai, konservasi keanekaragaman hayati, perdagangan karbon, dan
keindahan alam. Contoh penerapan PES dalam skala nasional dilaksanakan di Kosta Rika yang
dilakukan dengan memotong keuntungan penjualan bahan bakar untuk biaya konservasi dan
penanaman pohon. Penerapan di Indonesia telah dirintis dan dimediasi oleh lembaga swadaya
masyarakat peduli lingkungan di Propinsi NTB, Lampung, Banten, dan Jawa Barat. Penerapan
imbal jasa lingkungan di Jawa Tengah telah dikembangkan di Kabupaten Magelang dengan
pendampingan dari Environmental Service Programme (ESP), sebuah lembaga yang didanai oleh
US-AID.
Selain di Kabupaten Magelang, pelaksanaan program imbal jasa lingkungan di Jawa tengah
juga sudah dilaksanakan di Kabupaten Klaten melalui pengembangan hutan asuh oleh perusahaan
air mineral dan pengalokasian dana oleh pengelola Bengawaan Solo yang bersumber dari pungutan
(pajak) pencemaran. Dari sisi regulasi, imbal jasa lingkungan telah diatur dalam perda Propinsi
Jawa Tengah no.5 tahun 2007 tentang pengendalian lingkungan hidup pada pasal 14 tentang jasa
lingkungan hidup.
Penerapan konsep imbal jasa lingkungan untuk perlindungan air baku di Jawa Tengah
sangat memungkinkan untuk dikembangkan dalam rangka untuk menjaga potensi sumber daya air.
Meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kesejahteraan di Jawa Tengah menuntut peningkatan
pemenuhan kebutuhan air. Kebutuhan air Jawa Tengah diperkirakan kurang lebih sebesar 12 milyar
m3/tahun, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pertanian sebesar 11 milyar m3/tahun dan
kebutuhan air baku industri perkotaan sebesar 1,7 milyar m3/tahun. Pemenuhan kebutuhan air
tersebut sebagian berasal dari mata air dan Air Bawah Tanah (air tanah). Pada sisi lainnya, luasnya
kerusakan lingkungan pada catchment area sumber air baku tersebut menyebabkan berkurangnya
suplai Air Tanah yang bermuara pada banyak mata air yang mati atau tidak mengalir sepanjang
tahun. Kerusakan pada catchment area juga berpotensi meningkatkan ancaman terjadinya banjir
karena air hujan yang meresap ke dalam tanah semakin kecil sementara aliran permukaan semakin
meningkat (Balitbang Prop.Jateng, 2008).
Data Statistik Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah
mata air di Jawa Tengah sebanyak 763 buah, dengan kapasitas 862.297,044 m3/tahun yang
sebagian besar tersebar di Kabupaten Klaten (136 mata air), Kabupaten Karanganyar (109 mata
air), dan Kabupaten Banjarnegara sebanyak 101 mata air (BLH, 2008). Pemanfaatan mata air
tersebut diantaranya untuk memenuhi kebutuhan air minum domestik, irigasi, maupun industri
3
(termasuk air minum dalam kemasan/AMDK), dari potensi air tanah di Jawa Tengah sebesar
kurang lebih 7,5 milyar m3, pemanfaatan air tanah diperkirakan sebesar 156.578.851 m3/tahun.
Potensi sumber daya yang ada tersebut telah merangsang bertambahnya jumlah pengguna
komersial yang memanfaatkan air baik sebagai bahan baku utama maupun sebagai pendukung
dalam proses produksi usahanya. Namun hingga saat ini jaminan sosial berupa kontribusi kembali
ke alam masih belum ada padahal pengelolaan sumber daya air merupakan tanggung jawab
bersama antara hulu-hilir (kontribusi pengguna/pemanfaat/publik kepada alam).
Pemanfaatan sumber mata air maupun air tanah, utamanya untuk keperluan komersial,
dikenai pajak atau retribusi dan merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD
yang diterima tersebut, disamping untuk membiayai pembangunan, sebagian juga harus digunakan
untuk membiayai konservasi guna menjaga kelestarian fungsi lingkungan tersebut. Dengan
demikian, penerapan imbal jasa lingkungan diharapkan mampu mendorong pemerintah untuk
meningkatkan alokasi belanja lingkungan khususnya untuk perbaikan sumber daya alam penghasil
pajak atau retribusi dalam rangka menjaga keberlanjutan penerimaan pendapatan itu sendiri.
Masyarakat diharapkan dapat meningkatkan partisipasi, baik melalui perbaikan fisik lingkungan
maupun menjadi mediator atau pemberian dukungan moral agar pemanfaatan jasa lingkungan
bersedia memenuhi kewajiban untuk ikut menjaga kelestarian fungsi lingkungan. Kendala terbesar
adalah mengubah paradigma pemanfaatan jasa lingkungan yang selama ini memperoleh secara
gratis menjadi pemanfaat jasa yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan. Pada
wilayah studi yaitu Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta belum pernah ada bentuk imbal
jasa lingkungan yang diterapkan sebelumnya.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan ketersediaan air saat ini sudah menjadi suatu permasalahan yang penting,
khususnya di Pulau Jawa, Bali maupun kepulauan Nusa Tenggara. Kebutuhan air yang terus
meningkat tidak dapat diimbangi oleh siklus air yang relatif tetap. Degradasi di daerah tangkapan
air, perubahan lahan akibat tekanan aktifitas penduduk telah merubah badan air yang terbentuk di
daratan sehingga di beberapa wilayah pada saat musim hujan terjadi banjir dan pada musim
kemarau daerah yang sama mengalami kekeringan.
Perubahan ini membuat penduduk yang semula mengandalkan air sungai untuk memenuhi
kebutuhan airnya mulai beralih ke pengguanaan air tanah. Akibatnya penggunaan air tanah
meningkat sangat pesat bahkan di beberapa tempat ketergantungan pasokan air tanah telah
mencapai 70%, namun kebutuhan ini tidak dapat diimbangi penyediaan sumber air baku oleh
pemerintah sehingga terjadi penurunan permukaan air tanah. Penurunan permukaan air tanah
mengakibatkan sumur kering, amblasnya tanah dan intrusi air laut.
Opini: air merupakan sumber daya alam yang harus di kelola dengan baik agar kebutuhan kita sebagai manusia bisa dipenuhi dan alam etap terjaga dengan baik.

Sumber referensi:
http://eprints.undip.ac.id/3727/1/BAB_I.pdf




http://black59.blogspot.com/2010/02/7-unsur-unsur-kebudayaan.html?zx=1cb59ca4c37ded5

http://mahardhikazifana.com/culture-literature-sastra-budaya/mengeksplorasi-ilmu-budaya-2-wujud-kebudayaan.html

http://www.wikimu.com/News/DisplayNewsRemaja.aspx?id=5142

Tidak ada komentar:

Posting Komentar