Rabu, 27 Oktober 2010

isd bab 5

Bab 5. warganegara dan Negara

Subbab 9.Mahasiswa dapat menyebutkan unsur-unsur Negara

Suatu negara apabila ingin diakui sebagai negara yang berdaulat secara internasional minimal harus memenuhi empat persyaratan faktor / unsur negara berikut di bawah ini :
1. Memiliki Wilayah
Untuk mendirikan suatu negara dengan kedaulatan penuh diperlukan wilayah yang terdiri atas darat, laut dan udara sebagai satu kesatuan. Untuk wilayah yang jauh dari laut tidak memerlukan wilayah lautan. Di wilayah negara itulah rakyat akan menjalani kehidupannya sebagai warga negara dan pemerintah akan melaksanakan fungsinya.
2. Memiliki Rakyat
Diperlukan adanya kumpulan orang-orang yang tinggal di negara tersebut dan dipersatukan oleh suatu perasaan. Tanpa adanya orang sebagai rakyat pada suatu ngara maka pemerintahan tidak akan berjalan. Rakyat juga berfungsi sebagai sumber daya manusia untuk menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
3. Pemerintahan Yang Berdaulat
Pemerintahan yang baik terdiri atas susunan penyelengara negara seperti lembaga yudikatif, lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lain sebagainya untuk menyelengarakan kegiatan pemerintahan yang berkedaulatan.
4. Pengakuan Dari Negara Lain
Untuk dapat disebut sebagai negara yang sah membutuhkan pengakuan negara lain baik secara de facto (nyata) maupun secara de yure. Sekelompok orang bisa saja mengakui suatu wilayah yang terdiri atas orang-orang dengan sistem pemerintahan, namun tidak akan disetujui dunia internasional jika didirikan di atas negara yang sudah ada.
Studi kasus :
Konflik Indonesia VS Malaysia

Terdengar suatu yang biasa jika kita melihat kata dari judul diatas, entah karena ulah si Indonesia atau si Malaysia, namun sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia, saya belum pernah merasakan suatu pemicu perang dingin yang dibuat oleh Indonesia, semua berasal dari Malaysia. Mulai dari perebutan ambalat, malaysia meng-klaim kesenian reog ponorogo sebagai kesenian asli malaysia, malaysia memasukkan tari pendet dalam iklan pariwisatanya, penganiayaan dan pembunuhan TKI, kasus manohara, dan pencurian sumber daya alam baik itu pulau maupun lautan merupakan penyebab konflik kedua negara ini. Penghadangan dinas kelautan yang baru kali ini terjadipun telah membuat panas hubungan kedua negara, ditambah lagi pelemparan tahi (kotoran manusia) ke gedung Kedutaan Besar Malaysia di Indonesia.

Merupakan topik yang panas di forum-forum yakni perdebatan antara warga Indonesia dengan warga Malaysia, mereka saling ejek mengejek menjunjung tinggi negaranya masing-masing. Beberapa ejekan yang sangat menyayat hari adalah ditemukannya blog asal Malaysia yang menghina secara dalam warga Indonesia. Blog ini saya temukan di blognya mas Bunglon yang beralamatkan di :
http://indonbodoh.blogspot.com


Opini :
Perebutan wilayah dapat terjadi jika tidak ada kejelasan batas wilayah atau salah satu pihak serakah ingin menguasai wilayah lain

Subbab 10.Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian tentang pemerintahan

Pengertian pemerintah dalam suatu negara menurut Prof Miriam Budiardjo adalah: “Pengertian pemerintahan bisa diartikan sebagai bagian dari pengertian politik dalam arti umum, yang meliputi pula pengertian kebijaksanaan dan kekuatan. Bahwa politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu, serta cara melalksanakan tujuan-tujuan itu.”

Studi kasus:
Presiden ialah penyelenggara peme-rintah Negara yang tertinggi menurut UUD.

Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara, tanggung jawab penuh ada di tangan Presiden. Hal itu karena Presiden bukan saja dilantik oleh Majelis, tetapi juga dipercaya dan diberi tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang berupa Garis-garis Besar Haluan Negara ataupun ketetapan MPR lainnya.
Opini:
Harusnya presiden bias memberikan suatu kenyamanan pemerintahan untuk rakyatnya.tanpa ada sedikitpun rasa kekecewaan atas kemimpinannya


Sumber asli :

http://organisasi.org/unsur-negara-sebagai-syarat-berdirinya-suatu-negara-rakyat-wilayah-pemerintahan-pengakuan

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080917095435AA7k0ds
http://almuzaky.blogspot.com/2009/11/sistem-pemerintahan-indonesia.html

http://rezasaputra.com/konflik-indonesia-vs-malaysia.php

Rabu, 20 Oktober 2010

ISD bab 3 dan 4


Bab 3 Individu,keluarga dan masyarakat

Subbab 9. Mahasiswa dapat membedakan antara kelompok masyarakat industri dan non industri
(1)   Masyarakat Industri

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZDDfg_QabTKUuTDR3tdngcfASLvQ64Vv6SMNvx5CJIS2AMrW0hyBEGbOLKLBW8mQuR9UQjM6AQueZ4AE8lxU6lDYZ4QN3PiTA20_hoB77bu0qM3t0SJCEoss1-PgwwWknLKzq-opvmopu/s400/kilang1.jpg
Durkheim mempergunakan variasi pembangian kerja sebagai dasar untuk mengklasifikasikan masyarakat, sesuai dengan taraf perkembangannya. Akan tetapi is lebih cenderung mempergunakan dua taraf klasifikasi, yaitu yang sederhana dan yang kompleks. Masyarakat-masyarakat yang berada di tengah kedua eksterm tadi diabaikannya (Soerjono Soekanto, 1982 : 190).
Jika pembagian kerja bertambah kompleks, suatu tanda bahwa kapasitas masyarakat semakintinggi. Solidaritas didasarkan pada hubungan saling ketergantungan antara kelompok-kelompok masyarakat yang telah men2enal pengkhususan.Otonomi sejenis, juga menjadi ciri dari bagian/ kelompok-kelompok masyarakat industri. Otonomi sejenis dapat diartikan dengan kepandaian/keahlian khusus yang dimiliki seseorang secara mandiri, sampai pada batas-batas tertentu.

Contoh-contoh : tukang roti, tukang sepatu,tukang bubut, tukang las, ahli mesin, ahli listrik dan ahli dinamo, mereka dapat bekerja secara mandiri. Dengan timbulnya spesialisasi fungsional, makin berkurang pula ide-ide kolektif untuk diekspresikan dan dikerjakan bersama. Dengan demikian semakin kompleks pembagian kerja, semakin banyak timbul kepribadian individu. Sudah barang tentu masyarakat sebagai keseluruhan memerlukan derajat integrasi yang serasi. Akan tetapi hanya akan sampai pada batas tertentu, sesuai dengan bertambahnya individualisme.
(2)   Masyarakat Non Industri

Kita telah tahu secara garis besar bahwa , kelompok nasional atau organisasi kemasyarakatan non industri dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu kelompok primer (primary group) dan kelompok sekunder (secondary group).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1qhFiOL7ic-bJ1RNeWadjK9E7u8rKaJsqbRfXgoYyHd2XqW3H9IuK6Ncf51-i9n3Neh-7ldawGhVbTwhP1rgNIAeuNR0rlKiKiFpknwVdldagDhJoloaciTofVUWeAzCwHErKAMuB6Y2Q/s400/sawah21.jpg
(a) Kelompok primer

Dalam kelompok primer, interaksi antar anggota terjalin lebih intensif, lebih erat, lebih akrab. Di karenakan para anggota kelompok sering berdialog, bertatap muka, sehingga mereka mengenal lebih dekat, lebih akrab.
dalam kelompok-kelompok primer bercorak kekeluargaan dan lebih berdasarkan simpati. Pembagian kerja atau pembagian tugas pada kelompok menerima serta menjalankan tugas tidak secara paksa, lebih dititik beratkan pada kesadaran, tanggung jawabpara anggota dan berlangsung atas dasar rasasimpati dan secara sukarela.
Contoh-contoh kelompok primer, antara lain :keluarga, rukun tetangga, kelompok belajar,kelompok agama, dan lain sebagainya.

(b) Kelompok sekunder

Antara anggota kelompok sekunder, terpaut saling hubungan tak Iangsung, formal, juga kurang bersifat kekeluargaan. Oleh karen yaitu, sifat interaksi, pembagian kerja, pembagian kerja antaranggota kelompok di atur atas dasar pertimbangan-pertimbangan rasional, obyektif.
Para anggota menerima pembagian kerja/pembagian tugas atas dasar kemampuan; keahlian tertentu, di samping dituntut dedikasi. Hal-hal semacam itu diperlukan untuk mencapai target dan tujuan tertentu yang telah di flot dalam program-program yang telah sama-sama disepakati. Contoh-contoh kelompok sekunder, misalnya : partai politik, perhimpunan serikat kerja/serikat buruh, organisasi profesi dan sebagainya. Berlatar belakang dari pengertian resmi dan tak resmi, maka tumbuh dan berkembang kelompok formal (formal group) atau lebih akrab dengan sebutan kelompok resmi, dan kelompok tidak resmi (informal group). Inti perbedaan yang terjadi adalah : Kelompok tidak resmi (informal group) tidak berstatus resmi dan tidak didukung oleh Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah tangga (ART) seperti yang lazim berlaku pada kelompok resmi.

Namun demikian, kelompok tidak resmi juga mempunyai pembagian kerja, peranan-peranan serta hirarki tertentu, norma-norma tertentu sebagai pedoman tingkah laku para anggota beserta konvensi-konvensinya. Tetapi hal ini tidak dirumuskan secara tegas dan tertulis seperti pada kelompok resmi (W.A. Gerungan, 1980 : 91).
Contoh : Semua kelompok sosial, perkumpulan-perkumpulan, atau organisasi-organisasi kemasyarakatan yang memiliki anggota kelompok tidak resmi.

Studi kasus :

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis S2
Kewirausahaan masyarakat industri pada sebuah desa di Jawa Studi
Kasus terhadap Munculnya golongan pengusaha industri di desa Loram
Kulon, Kec. Jati, Rah. Kudus
Moh. Solehatul Mustofa
Deskripsi Dokumen: http://www.lontar.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.jsp?id=81499&lokasi=lokal
------------------------------------------------------------------------------------------
Abstrak
Tesis ini berjudul Kewirausahaan Masyarakat Industri pada Sebuah Desa di Jawa, Studi kasus Terhadap
Munculnya Golongan Pengusaha Industri di Desa Loram Kulon, Kec. Jati. Kab. Kudus. Masalah yang
menjadi titik tolak dalam penulisan tesis ini adalah hubungan antara unsur-unsur dari sistem kebudayaan
masyarakat dan kemunculan golongan pengusaha industri yang berjumlah relatif banyak pada suatu
masyarakat Jawa yang dalam kasus ini adalah masyarakat Desa Lorain Kulon. Ada pun tuiuan penulisan
tesis ini adalah untuk menunjukkan: 1. Bahwa elemen ekonomi merupakan bagian yang terintegrasi dari
sebuah organisasi sosial; 2. karena itu, proses-proses ekonomi dipengaruhi, ditetapkan dan tergantung
kepada antara lain kepentingan politik, kekerabatan dan aspek kehidupan sosial lainnya; 3.. hubungan
dialektis antara elemen dalam organisasi sosial dalam mengantisipasi perubahan-perubahan ekonomi,
teknologi dan percepatan arus informasi; 4. munculnya golongan pengusaha erat kaitannya dengan nilainilai
yang dianut masyarakat di mana sektor swasta dilihat setara dengan sektor pemerintah.
<br />
<br />
Penulisan tesis ini didasarkan pada studi lapangan dengan menggunakan metode penelitian kasus. Subyek
penelitiannya adalah masyarakat sebuah desa, yaitu Desa Lorain Kulon. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah teknik pengamatan terlibat dan wawancara mendalam.
<br />
<br />
Berdasarkan tinjauan teoritis, kemunculan golongan pengusaha dalam suatu masyarakat berhubungan
dengan unsur-unsur kebudayaan atau sistem kehidupan masyarakat yaitu ada unsur-unsur dari sistem
kehidupan masyarakat tersebut yang bersifat menunjang. Beberapa kajian terdahulu menunjukkan bahwa
unsur-unsur sistem kehidupan masyarakat yang menunjang berbeda-beda antara masyarakat yang satu dan
yang lainnya. Di antaranya ada yang mengaitkan dengan unsur agama. sebagian lagi mengait.kan dengan
sistem kekerabatan struktur keluarga pola pengasuhan anak migrasi dan kebebasan kultural.
<br />
<br />
Penelitian terhadap kemunculan pengusaha industri di Loram Kulon memperlihatkan ada hubungan antara:
a. di satu pihak terdapat golongan masyarakat yang memiliki pekerjaan sambilan sebagai tukang, buruh
trampil di perusahaan industri rumah tangga dan perajin serta pedagang kecil. dan b. di pihak lain, terdapat
kondisi-kondisi dalam lingkungan masyarakat Lorain Kulon yang meliputi: 1) warga masyarakat Loram
Kulon tidak lagi mengandalkan kehidupan ekonominya pada usaha pertanian, 2) terkaitnya Desa Loram
Kulon dengan berkembangnya Kudus sebagai pusat kegiatan perdagangan dan industri, yang ditandai
dengan ramainya perdagangan di pasar--pasar tradisional dan komplek pertokoan di Kab. Kudus maupun di
pesisir pantai utara P. Jawa, 3) kebijakan pemerintah mengembangkan sarana/ prasarana perhubungan.
transportasi, telekomunikasi serta pusat perdagangan. 4) makin dihargainya ketrampilan dan keberhasilan
usaha ekonomi, 5) berkembangnya kebiasaan migrasi dan meluasnya pengetahuan masyarakat Loram Kulon
tentang pasar. 8) munculnya lembaga/ orang yang dapat berfungsi menunjang penghimpunan modal, 7)
terdapat banyak warga masyarakat yang pendidikan formalnya rendah sehingga peluang kerja yang mudah
dimasuki oleh mereka adalah pekerjaan informal, dan 8) banyak keluarga yang menyertakan/ membiarkan
anak-anak mereka bekerja pada perusahaan industri rumah tangga, 9) sistem agama yang menghargai
macam-macam jenis pekerjaan halal dan dihormatinya orang-orang yang menjalankan perintah agama
khususnya naik haji sehingga mendorong sejumlah warga mencari kekayaan material

Opini :

Perubahan yang terjadi dalam masyarakat non ke masyarakat industri membuat dampak positif dan negatif,,,dan masyarakat sendirilah yang harus bisa sadar akan dampak yang terjadi dari sikap yang diambilnya

Subbab 10. Mahasiswa dapat menjelaskan makna Individu


Individu


Individu merupakan unit terkecil pembentuk masyarakat. Dalam ilmu sosial, individu berarti juga bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Sebagai contoh, suatu keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Ayah merupakan individu dalam kelompok sosial tersebut, yang sudah tidak dapat dibagi lagi ke dalam satuan yang lebih kecil.
Pada dasarnya, setiap individu memiliki ciri-ciri yang berbeda. Individu yang saling bergabung akan membentuk kelompok atau masyarakat. Individu tersebut akan memiliki karakteristik yang sama dengan kelompok dimana dirinya bergabung.

Individu berasal dari kata latin,”individuum” yang artinya yang tak terbagi. Kata individu merupakan sebutan yang dapat untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas.

Kata indivu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi melainkan sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan,demikian pendapat Dr. A. Lysen

Studi kasus:
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
“ PERILAKU KENAKALAN REMAJA:
Pengaruh Lingkungan Keluarga dan/atau Lingkungan Teman? ”
DISUSUN

O
L
E
H

NAMA : SUPARTOMO
NIM : 211 408 294
KELAS : AKUNTANSI B







PRODI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2009
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam kurun waktu kurang dari dasawarsa terakhir, kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang amat memprihatinkan. Kenakalan remaja yang diberitakan dalam berbagai forum dan media dianggap semakin membahayakan. Berbagai macam kenakalan remaja yang ditunjukkan akhir-akhir ini seperti perkelahian secara perorangan atau kelompok, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian, perampokan, penganiayaan dan penyalahgunaan obat-obatan seperti narkotik (narkoba).
Kenakalan remaja diartikan sebagai suatu outcome dari suatu proses yang menunjukkan penyimpangan tingkah laku atau pelanggaran terhadap norma-norma yang ada. Kenakalan remaja disebabkan oleh berbagai faktor baik faktor pribadi, faktor keluarga yang merupakan lingkungan utama (Willis, 1994), maupun faktor lingkungan sekitar yang secara potensial dapat membentuk perilaku seorang anak (Mulyono, 1995).
Permasalahan
Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat menggantikan generasi-generasi terdahulu dengan kualitas kinerja dan mental yang lebih baik. Dengan adanya program pendidikan tingkat dasar, menengah dan tingkat tinggi diharapkan dapat menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi. Namun sayangnya dalam dasawarsa terakhir ini kenyataan menunjukkan hal yang berbeda. Banyak data dan informasi tentang tingkat kenakalan remaja yang mengarah pada tindakan kekerasan dan melanggar hukum. Khusus untuk kasus kenakalan remaja yang menjurus pada tindakan kriminal dan penggunaan narkoba sangat membutuhkan penelitian yang mendalam agar didapat suatu gambaran yang jelas bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan masalah kenakalan remaja tersebut.
Mengingat semakin besarnya masalah yang dihadapi oleh anak-anak remaja, maka studi ini secara umum bertujuan untuk menganalisa keterkaitan antara faktor-faktor lingkungan di dalam keluarga, lingkungan sosial dan perilaku antisosial remaja yang menyangkut kenakalan, kekerasan, perkelahian dan penggunaan narkoba. Mengetahui kharakteristik remaja yang meliputi usia, jenis kelamin, harapan, kebiasaan hidup dan personality.
Tujuan
1) Mengetahui lingkungan teman bermain baik berupa dukungan sosial, pengaruh positif atau negatif
2) Mengetahui pola asuh orang tua terhadap remaja dan komunikasi antar anggota dalam keluarga serta faktor-faktor yang berkaitan dengan pola asuh dan komunikasi tersebut
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi semua pihak yang memperhatikan kaum remaja sebagai penerus bangsa, baik itu pihak pendidikan nasional, para orang tua maupun masyarakat luas.
KERANGKA PEMIKIRAN
Pendekatan teoritis yang melatarbelakangi studi kenakalan remaja ini adalah:
1. Teori Sistem yang menyatakan bahwa sistem terdiri dari komponen-komponen yang saling tergantung antara satu dengan yang lain (Klein dan White, 1996). Dalam studi ini digunakan logika berfikir secara teori sistem bahwa keluarga tediri dari anggota-anggota keluarga yang saling berpengaruh satu dengan yang lain. Kenakalan remaja adalah merupakan suatu output dari suatu proses hubungan antara anggota keluarga
2. Teori Pertukaran Sosial yang menyatakan bahwa sesama individu dapat saling bertukar baik berupa materi maupun non materi (Klein dan White, 1996). Dalam studi ini digunakan logika berfikir bahwa antar anggota keluarga saling memberi dan menerima sesuatu, begitu pula dengan para remaja dengan teman bermainnya. Dengan demikian kenakalan remaja adalah output dari sebuah hasil pertukaran sosial antar individu.
Berdasarkan telaahan dari studi pustaka tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kenakalan remaja, maka Gambar 1 berikut ini merupakan model konseptual yang diajukan dari studi ini. Gambar 1 menyajikan beberapa hal, yaitu:
1. Perilaku Kenakalan remaja dipengaruhi oleh 3 hal yaitu
§ Kharakteristik pribadi anak (path a) (sesuai dengan pendapat dari Simon, 1996; Willis 1994)
§ Kharakteristik keluarga melalui mediator pola asuh dan komunikasi keluarga (path c, d, f, g, dan h) (sesuai dengan pendapat Conger & Elder, 1996; Simon, 1996; Gunarsa & Gunarsa, 1995; Mardiah, 1999; Cahyaningsih, 1999; Willis 1994).
§ Lingkungan teman bermain (path e) (sesuai dengan pendapat Conger & Elder, 1996; Simon, 1996; Mulyono, 1995)
2. Dalam studi ini peneliti mengajukan hipotesa bahwa pola asuh orang tua terhadap remaja disamping dipengaruhi kharakteristik keluarga juga dipengaruhi oleh kharakteristik remaja itu sendiri (path b).




PEMBAHASAN
Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan kuaitas negara di masa yang akan datang sepertinya bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Perilaku nakal di kalangan remaja saat ini cenderung mencapai titik kritis. Hal ini terbukti dari pemberitaan di Republika tahun 1999 tentang pelajar yang sering menggunakan obat-obat terlarang (seperti pil BK, megadon dan ecstasy), melakukan pergaulan bebas dan mabuk-mabukan (Republika 16 April, 1999). Digambarkan pula bahwa remaja pada saat ini lebih suka jalan-jalan di mal, kebut-kebutan di jalan raya dan tawuran antar pelajar. Frekuensi tawuran meningkat tajam dari 93 kasus pada tahun 1995/1996 menjadi 230 kasus pada tahun 1999 (Kompas, 23 Februari,1999).
Berbagai macam faktor yang berpengaruh pada kenakalan remaja, yaitu faktor keluarga (seperti kedekatan hubungan orang tua – anak, gaya pengasuhan orang tua, pola disiplin orang tua, serta pola komunikasi dalam keluarga) dan faktor lain di luar keluarga ( seperti hubungan dengan kelompok bermain atau ‘peer group’, ketersediaan berbagai sarana seperti gedung bioskop, diskotik, tempat-tempat hiburan, televisi, VCD, internet, akses kepada obat-obat terlarang dan buku-buku porno serta minuman beralkohol) (Gunarsa dan Gunarsa, 1995).
Hampir sama dengan argumen sebelumnya, dinyatakan bahwa perilaku antisosial remaja yang meliputi kenakalan dan kekerasan remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: pola asuh orang tua yang cenderung kasar/keras, tekanan ekonomi keluarga yang tinggi, rendahnya dukungan dan dorongan dari orangtua, dan tingginya keeratan hubungan dengan teman bermain yang juga nakal. Lebih detil lagi juga diungkapkan bahwa perilaku dan perasaan jahat/kasar juga dipengaruhi oleh tindakan ayahnya yang kasar dan/ atau tindakan ibunya yang kasar. Selanjutnya dijelaskan bahwa variabel kualitas pola asuh baik ayah maupun ibu merupakan variabel penengah (mediator) dari hubungan antara struktur keluarga dan perilaku kenakalan remaja (Conger dan Elder (1996); Simon, 1996).
Disimpulkan dari berbagai penelitian bahwa pola komunikasi yang demokratis dan frekuensi komunikasi yag tinggi berhubungan erat dengan rendahnya tingkat kenakalan remaja (Mardiah, 1999; Cahyaningsih, 1999; Pulungan, 1993), gaya pengasuhan yang otoriter dan permissive mendorong anaknya untuk bertingkah laku nakal (Cahyaningsih, 1999).
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan kenakalan remaja adalah seperti yang dijelaskan di bawah ini:
A. Keluarga dan Peranannya dalam Pembentukan Kepribadian Anak

Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan ibu secara ideal tidak terpisah tetapi bahu membahu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan mampu memenuhi tugas sebagai pendidik. Tiap eksponen mempunyai fungsi tertentu. Dalam mencapai tujuan keluarga tergantung dari kesediaan individu menolong mencapai tujuan bersama dan bila tercapai maka semua anggota mengenyam "apakah peranan masing-masing..?"

Peranan ayah :
1. Sumber kekuasaan, dasar identifikasi.
2. Penghubung dengan dunia luar.
3. Pelindung terhadap ancaman dari luar.
4. Pendidik segi rasional.

Peranan Ibu :
1. Pemberi aman dan sumber kasih sayang.
2. Tempat mencurahkan isi hati.
3. Pengatur kehidupan rumah tangga.
4. Pembimbing kehidupan rumah tangga.
5. Pendidik segi emosional.
6. Penyimpan tradisi.

Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang tuanya. Dasar pemikiran dan pertimbangannya adalah sebagai berikut :
1. Keluarga adalah tempat perkembangan awal seorang anak, sejak saat kelahirannya sampai proses perkembangan jasmani dan rohani berikutnya. Bagi seorang anak, keluarga memiliki arti dan fungsi yang vital bagi kelangsungan hidup maupun dalam menemukan makna dan tujuan hidupnya.
2. Untuk mencapai perkembangannya seorang anak membutuhkan kasih sayang, perhatian dan rasa aman untuk berlindung dari orang tuanya. Tanpa sentuhan manusiawi itu anak akan merasa terancam dan penuh rasa takut.
3. Keluarga merupakan dunia keakraban seorang anak. Sebab dalam keluargalah dia mengalami pertama-tama mengalami hubungan dengan manusia dan memperoleh representasi dari dunia sekelilingnya. Pengalaman hubungan dengan keluarga semakin diperkuat dalam proses pertumbuhan sehingga melalui pengalaman makin mengakrabkan seorang anak dengan lingkungan keluarga. Keluarga menjadi dunia dalam batin anak dan keluarga bukan menjadi suatu realitas diluar seorang anak akan tetapi menjadi bagian kehidupan pribadinya sendiri. Anak akan menemukan arti dan fungsinya.
4. Dalam keluarga seorang dipertalikan dengan hubungan batin yang satu dengan lainnya. Hubungan itu tidak tergantikan Arti seorang ibu tidak dapat dengan tiba-tiba digantikan dengan orang lain.
5. Keluarga dibutuhkan seorang anak untuk mendorong, menggali, mempelajari dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan, religiusitas, norma-norma dan sebagainya. Nilai-nilai luhur tersebut dibutuhkan sesuai dengan martabat kemanusiaannya dalam penyempumaan diri.
6. Pengenalan di dalam keluarga memungkinkan seorang anak untuk mengenal dunia sekelilingnya jauh lebih baik. Hubungan diluar keluarga dimungkinkan efektifitasnya karena pengalamannya dalam keluarga.
7. Keluarga merupakan tempat pemupukan dan pendidikan untuk hidup bermasyarakat dan bernegara agar mampu berdedikasi dalam tugas dan kewajiban dan tanggung jawabnya sehingga keluarga menjadi tempat pembentukan otonom diri yang memiliki prinsip-prinsip kehidupan tanpa mudah dibelokkan oleh arus godaan.
8. Keluarga menjadi fungsi terpercaya untuk saling membagikan beban masalah, mendiskusikan pokok-pokok masalah, mematangkan segi emosional, mendapatkan dukungan spritual dan sebagainya.
9. Dalam keluarga dapat terealisasi makna kebersamaan, solidaritas, cinta kasih, pengertian, rasa hormat menghormati clan rasa memiliki.
10. Keluarga menjadi pengayoman dalam beristirahat, berekreasi, menyalurkan kreatifitas dan sebagainya. Pengalaman dalam interaksi sosial pada keluarga akan turut menentukan pola tingkah lakunya terhadap orang lain dalam pergaulan diluar keluarganya. Bila interksi sosial didalarn kelompok karena beberapa sebab tidak lancar kemungkinan besar interaksi sosialnya dengan masyarakat pada umumnya juga akan berlangsung dengan tidak wajar.

Keluarga mempunyai peranan dalam proses sosialisasi. Demikian pentingnya peranan keluarga maka disebutkan bahwa kondisi yang menyebabkan peran keluarga dalam proses sosialisasi anak adalah sebagai berikut :
1. Keluarga merupakan kelompok terkecil yang anggotanya berinteraksi to face secara tetap, dalam kelompok demikian perkembangan anak dapat diikuti dengan sesama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial lebih mudah terjadi.
2. Orang tua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena anak merupakan cinta kasih hubungan suami istri. Motivasi yang kuat melahirkan hubungan emosional antara orangtua dan anak.
3. Karena hubungan sosial dalam keluarga itu bersifat relatif tetap maka orangtua memainkan peranan sangat penting terhadap proses sosialisasi anak.

B. Kenakalan Remaja dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock, (1996) lebih rinci dijelaskan sebagai berikut :
1. Identitas
Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam Santrock, 1996) masa remaja ada pada tahap di mana krisis identitas versus difusi identitas harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja: (1) terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan (2) tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja.
Erikson percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan aspek-aspek peran identitas. Ia mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi mereka dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat mereka merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada mereka, mungkin akan memiliki perkembangan identitas yang negatif. Beberapa dari remaja ini mungkin akan mengambil bagian dalam tindak kenakalan, oleh karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu identitas, walaupun identitas tersebut negative

2. Kontrol diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka. Hasil penelitian yang dilakukan baru-baru ini Santrock (1996) menunjukkan bahwa ternyata kontrol diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja. Pola asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi yang konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki ketrampilan ini sebagai atribut internal akan berpengaruh pada menurunnya tingkat kenakalan remaja.

3. Usia
Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, seperti hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003) yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perbuatannya pada usia 21 sampai 23 tahun.

4. Jenis kelamin
Remaja laki- laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada umumnya jumlah remaja laki- laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja perempuan.

5. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah
Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah. Riset yang dilakukan oleh Janet Chang dan Thao N. Lee (2005) mengenai pengaruh orangtua, kenakalan teman sebaya, dan sikap sekolah terhadap prestasi akademik siswa di Cina, Kamboja, Laos, dan remaja Vietnam menunjukkan bahwa faktor yang berkenaan dengan orangtua secara umum tidak mendukung banyak, sedangkan sikap sekolah ternyata dapat menjembatani hubungan antara kenakalan teman sebaya dan prestasi akademik.

6. Proses keluarga
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekannya (dalam Santrock, 1996) menunjukkan bahwa pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesua i merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga juga berhubungan dengan kenakalan. Faktor genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja, meskipun persentasenya tidak begitu besar.

7. Pengaruh teman sebaya
Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (1996) terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja yang memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan.

8. Kelas sosial ekonomi
Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan 50 : 1 (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan ketrampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah melakukan kenakalan.

9. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal
Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor- faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berperan menyebabkan timbulnya kecenderungan kenakalan remaja adalah faktor keluarga yang kurang harmonis dan faktor lingkungan terutama teman sebaya yang kurang baik, karena pada masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan rumah dan menuju teman sebaya, sehingga minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok lebih menentukan perilaku remaja dibandingkan dengan norma, nilai yang ada dalam keluarga dan masyarakat.
PEMECAHAN MASALAH

Untuk Mengantisipasi Kenakalan/Pelanggaran Siswa Diterapkan Sistem :
1. Poin Pelanggaran
2. Tilang (bukti Pelanggaran)
Yaa sekali-kali guru di sekolah menerapkan system tilang yang pinjam
istilah Kepolisian.
Pelaksanaan:
1. Setiap siswa diberi buku panduan tentang jenis pelanggaran dan sanksi dalam bentuk POIN dan sangsi terakumulasi dalam satu buku yang kami beri nama : BUKU KENDALI SISWA"
2. Setiap Guru di sekolah kemanapun dia berjalan atau mengajar selalu
membawa surat tilang
3. Setiap pelanggaran siswa baik di dalam kelas ct, tidak mengerjakan
PR, masuk terlambat, HP berdering, bermain HP mengganggu siswa lain
dsb, atau diluar kelas' maka guru akan memberi surat tilang, dan sisi
surat tilang lain dimasukkan ke dalam KOTAK TILANG di ruang guru.
4. Di setiap surat tilang sudah akan ditulis jenis pelanggaran dan
besar POIN pelanggaran.
5. Petugas ketertiban akan mengundang siswa dalam siding pelanggaran
dan menjumlah POIN yang telah dikumpulkan si pelanggar.
Ternyata dengan cara seperti itu pelanggaran di sekolah sangat menurun
dan siswa akan berbagi cerita sesame tetang berapa jumlah poin yang
telah mereka peroleh. dan insyalaah itu akan membuat jerasi anak.


Opini:

kenakalan remaja bisa terjadi bukan hanya kesalahan dari satu pihak melainkan melibatkan banyak pihak, yang terpenting adalah bagaimana cara memperbaikinya dan itupun semua pihak harus bisa memberi dukungan dan membenarkan si pelaku kenakalan remaja ini

Bab 4. Pemuda dan sosialisasi

Subbab 9. mahasiswa dapat menyebutkan potensi-potensi generasi muda

potensi generasi muda itu:
1. sebagai calon pemimpin bangsa yang lebih baik dengan cara melakukan perubahan yang positif
2. generasi yang nantinya akan meneruskan perjuangan para pahlawan yang telah tiada
3. sebagai pihak yang akan memperbaiki bangsa ini
4. generasi yang akan menjaga bangsa ini dari serangan bangsa asing

Potensi yang ada di generasi muda yang perlu dikembangkan adalah:

A)    idealisme dan daya kritis
B)    dinamika dan kreativitas
C)    keberanian mengambil resiko
D)    optimis dan kegairahan semangat
E)     sikap kemandirian dan disiplin murni
F)     terdidik
G)    keanekaragaman dalam persatuan dan kesatuan
H)    patriotisme dan nasionalisme
I)       sikap kesatria
J)       kemampuan penguasaan ilmu dan teknologi

Studi kasus:



Opini:

Subbab 10. Mahasiswa dapat menyebutkan tujuan pokok sosialisasi

Tujuan Pokok Sosialisasi:

  1. Individu harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan kelak di masyarakat.
  2. Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengenbangkankan kemampuannya.
  3. Pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
  4. Bertingkah laku secara selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok ada pada lembaga atau kelompok khususnya dan pada masyarakat umum.


Studi kasus:

Opini:

Sumber asli:

http://thomotugaskuliah.blogspot.com/2010/01/studi-kasus-belajar-dan-pembelajaran.html



http://arbip.blogspot.com/2009/12/pengenalan-tentang-masyarakat-industri.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Individu
http://community.gunadarma.ac.id/user/blogs/view/name_ariyanto/id_8937/title_pemuda-dan-sosialisasi-serta-peranannya-dalam/

Minggu, 03 Oktober 2010

BAB 2. Penduduk, masyarakat ,kebudayaan

Subbab 14. Menjelaskan  7 unsur kebudayaan

7 unsur-unsur kebudayaan

Unsur-unsur kebudayaan
Kebudayaan umat manusia mempunyai unsur-unsur yang bersifat universal. Unsur-unsur kebudayaan tersebut dianggap universal karena dapat ditemukan pada semua kebudayaan bangsa-bangsa di dunia.
Menurut Koentjaraningrat ada tujuh unsur kebudayaan universal, yaitu:
  1. Sistem religi yang meliputi:
    • sistem kepercayaan
    • sistem nilai dan pandangan hidup
    • komunikasi keagamaan
    • upacara keagamaan
  2. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi:
    • kekerabatan
    • asosiasi dan perkumpulan
    • sistem kenegaraan
    • sistem kesatuan hidup
    • perkumpulan
  3. Sistem pengetahuan meliputi pengetahuan tentang:
    • flora dan fauna
    • waktu, ruang dan bilangan
    • tubuh manusia dan perilaku antar sesama manusia
  4. Bahasa yaitu alat untuk berkomunikasi berbentuk:
    • lisan
    • tulisan
  5. Kesenian yang meliputi:
    • seni patung/pahat
    • relief
    • lukis dan gambar
    • rias
    • vokal
    • musik
    • bangunan
    • kesusastraan
    • drama
  6. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi yang meliputi:
    • berburu dan mengumpulkan makanan
    • bercocok tanam
    • peternakan
    • perikanan
    • perdagangan
  7. Sistem peralatan hidup atau teknologi yang meliputi:
    • produksi, distribusi, transportasi
    • peralatan komunikasi
    • peralatan konsumsi dalam bentuk wadah
    • pakaian dan perhiasan
    • tempat berlindung dan perumahan
    • senjata
studi kasus :
IMPLIKASI KEBERADAAN PPI TERHADAP PERTUMBUHAN KAWASAN EKONOMI PERIKANAN (STUDI KASUS: PPI KARANGSONG KECAMATAN INDRAMAYU PROVINSI JAWA BARAT)
O M A T, (2008) IMPLIKASI KEBERADAAN PPI TERHADAP PERTUMBUHAN KAWASAN EKONOMI PERIKANAN (STUDI KASUS: PPI KARANGSONG KECAMATAN INDRAMAYU PROVINSI JAWA BARAT). Masters thesis, UNIVERSITAS DIPONEGORO.
Abstract
Abstrak Keberadaan PPI Karangsong sebagai sarana yang menampung kegiatan perikanan membentuk hubungan keterkaitan yang berlangsung pada kegiatan hulu dan hilir. Hubungan keterkaitan dalam kegiatan perikanan membentuk interaksi fisik, ekonomi dan sosial. Adanya hubungan interaksi tersebut berimplikasi pada pertumbuhan kawasan sekitarnya. Permasalahan dalam produktivitas kegiatan perikanan terhadap tingkat kesejahteraan terjadi pada nelayan pencari ikan dan buruh nelayan. Mengingat pelaku usaha yang mendominasi dalam kegiatan perikanan adalah nelayan (nelayan buruh), sementara stratifikasi nelayan Karangsong bukanlah suatu entitas tunggal, melainkan terdiri dari beberapa kelompok yang dapat dibedakan oleh kondisi kemampuan permodalan, selain itu terjadi ketimpangan dalam sistem bagi hasil pendapatan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui implikasi keberadaan PPI sebagai sarana kegiatan perikanan terhadap pertumbuhan kawasan ekonomi perikanan yang berlangsung di PPI Karangsong Kecamatan Indramayu dan merumuskan strategi pengembangan kawasan ekonomi perikanan. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian diperoleh bahwa kegiatan perikanan yang berlangsung pada kegiatan hulu dan hilir telah menciptakan nilai pendapatan diantaranya nilai pendapatan yang diperoleh pemerintah (1,6 %) sebagai penyedia sarana PPI Karangsong dan pihak pengelola PPI Karangsong yakni KPL Mina Sumitra, yang meliputi nilai pendapatan dari alokasi penyelenggaraan (1,65 %) dan operasional TPI (0,80 %), kemudian nilai pedapatan yang diperoleh bakul ikan memperoleh keuntungan marjinal dari hasil memasarkan ikan untuk wilayah lokal (11,23 %) dan pemasaran di luar Wilayah Indramayu (14,41 %). Kegiatan perikanan yang berlangsung di PPI Karangsong saat ini telah menstimulir pertumbuhan kawasan ekonomi melalui rantai nilai kegiatan perikanan yaitu tumbuhnya kewirausahaan dan dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal yang didasari oleh adanya pemanfaatan sumber daya pesisir kelautan (alam, manusia, kelembagaan dan modal), yang dapat menciptakan aktivitas pada pelaku usaha dalam keterkaitan kegiatan perikanan, sehingga dapat mendorong peningkatan kualitas dan kesejahteraan masyarakat Rekomendasi yang dapat diberikan terkait dalam permasalahan perolehan nilai pendapatan bagi nelayan pencari ikan (Buruh nelayan) dalam rangka mendorong peningkatan kesejahteran adalah melakukan hubungan kerjasama antara pihak perbankan dengan koperasi (lingkage program) untuk memberikan permodalan bagi nelayan (nelayan pencari ikan), hal ini diharapakan dapat merubah variasi pembagian pendapatan, terkait dalam sistem bagi hasil nelayan Karangsong yang terjadi antara nelayan dan juragan. Kata kunci: Keberadaan PPI, kegiatan perikanan, pertumbuhan kawasan ekonomi perikanan.

Opini : 
kerjasama dan komunikasi yang baik bisa lebih mengoptimalkan pekerjaan dan dengan adanya ppi maka bisa membantu dalam meningkatkan kesejahteraan para pelaku usaha
Subbab 15. Menjelaskan wujud kebudayaan
By admin | February 20, 2009
Kebudayaan mempunyai paling sedikit tiga wujud, yaitu: (1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya; (2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat; (3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala atau dengan perkataan lain dalam alam pikiran.
Wujud kedua dari kebudayaan yang sering disebut sebagai sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri, bersifat konkret dan dapat diobservasi serta didokumentasi.
Wujud ketiga dari kebudayaan disebut sebagai kebudayaan fisik, dan memerlukan keterangan banyak, karena merupakan seluruh isi total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda yang dapat difoto, diraba dan diobservasi.
Studi kasus :

relief sebagai media pendidikan etik studi kasus cerita kresnayana candi panataran

Deta Kumara

Abstrak


ABSTRAK
Widyaskumara, Deta Dyan. 2009. Relief Sebagai Media Pendidikan Etik: Studi
Kasus Relief Cerita Krsnayana di Candi Panataran.
Skripsi, Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Malang.
Pembimbing : (1) Drs. Slamet Sujud P.J, M.Hum (II) Drs. M.
Dwi Cahyono, M.Hum.
Kata kunci : pendidikan etik, Krsnayana, relief candi.
Penelitian ini dilatari oleh permasalahan keadaan melemahnya moralitas
masyarakat Indonesia sekarang ini. Jika hal ini dibiarkan pastinya akan
menimbulkan ketidakteraturan dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu
diperlukan penanaman moral yang baik melalui suatu pendidikan etik atau etika.
Media yang dapat kita manfaatkan adalah relief cerita yang biasanya banyak
dipahatkan pada candi-candi. Relief cerita yang dipahatkan sarat akan ajaranajaran
moral seperti halnya relief cerita Krsnayana pada Candi Panataran.
Permasalahan yang diteliti adalah (1) alasan yang terdapat di balik pemilihan
cerita Krsnayana untuk dipahatkan di teras II Candi Induk Panataran, (2)
kandungan nilai etik yang terkandung dalam setiap panil relief cerita Krsnayana di
teras II Candi Panataran, (3) relevansi nilai yang terkandung dalam relief cerita
Krsnayana dengan konteks kekinian. Tujuan dari penelitian ini adalah (1)
mengetahui alasan pemilihan cerita Krsna untuk dipahatkan pada candi Panataran,
(2) mengetahui kandungan nilai etik dalam relief cerita Krsnayana, (3) relevansi
nilai yang terkandung dalam relief cerita Krsnayana dengan konteks kekinian.
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif karena
penelitian ini menghasilkan data deskriptif. Dalam penelitian ini peneliti
merupakan kunci dalam menentukan keberhasilan dari penelitian. Pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan arkeologi karena berhubungan dengan
peninggalan bersejarah berupa kebudayaan material.
Hasil penelitian ini meliputi, pertama hubungan cerita Krsnayana dengan
funsi keagamaan adalah sebagai pemelihara daerah sekitar gunung Kelud dari
keganasan yang ditimbulkannya, meskipun latar agama candi Panataran adalah
Siwa, namun keberadaan Wisnu adalah sebagai pelengkap untuk memelihara dari
kemurkaan dewa Siwa. Kedua, relief cerita Krsnayana berfungsi sebagai media
penyucia jiwa (katarisasi) dalam upacara keagamaan. Ketiga, dalam relief cerita
Krsnayana memiliki beberapa kandungan nilai, yaitu nilai umum yang
berhubungan dengan nilai keagamaan agama Hindu yang terdiri dari karmapala,
samsara, yajna (sacrifice), dharma dan adharma. Nilai khususnya terdapat dalam
setiap adegan dalam setiap panil yang meliputi nilai hubungan manusia dengan
Tuhan, manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain dan
manusia dengan alam. Keempat, nilai-nilai yang digali dalam relief cerita
Krsnayana relevan dengan konteks kehidupan kekinian dapat dijadikan contoh
dalam rangka memperbaiki keadaan masyarakat Indonesia yang sudah banyak
melupakan nilai-nilai moral dalam kehidupannya.
ii
Saran yang dapat disumbangkan adalah berkenaan dengan pemanfaatan
media-media peninggalan masa lampau atau bahkan kebudayaan-kebudayaan
yang ada untuk media pendidikan etik. Sehingga masalah degradasi moral dapat
segera diatasi. Tugas kita adalah bagaimana menjaga agar anasir budaya itu tidak
punah. Selain itu dengan seksama menggali nilai-nilai etik yang terkandung di
dalamnya. Menanamkan kembali nilai-nilai etik pada masyarakat sejak dini
sehingga lewat cerita-cerita tradisi baik oral maupun visual, dapat proses
pembentukan generasi muda yang bermoral. Kemudian bagi para pendidik
diharapkan untuk menjalankan tugas dengan baik dan mencetak generasi bangsa
yang cerdas dan bermoral. Dikemudian hari diharapkan pelajaran nilai yang digali
dari benda arkeologi ini dapat disertakan dalam proses belajar mengajar, sehingga
tugas seorang pendidik yang bukan hanya mentransfer ilmu namun juga mendidik
generasi muda bisa terlaksna.
Opini :
 dengan adanya peninggalan di masa lalu kita bisa belajar tentang sejarah dan semua nilai yang terkandung di dalamnya dan jika di sejarah masa lalu tersebut terdapat suatu kesalahan kita bisa untuk tidak mengulangi suatu kesalahan yang sama
subbab 16. Menerangkan pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan

Indonesia

Senin, 10-12-2007 15:28:51 oleh: sekar ramadhania wahyu & hanna merliandra
Kanal: Remaja
Perkembangan Sosial Dan Kebudayaan IndonesiaSetiap kehidupan di dunia ini tergantung pada kemampuan beradaptasi terhadap lingkungannya dalam arti luas. Akan tetapi berbeda dengan kehidupan lainnya, manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif. Manusia tidak sekedar mengandalkan hidup mereka pada kemurahan lingkungan hidupnya seperti ketika Adam dan Hawa hidup di Taman Firdaus. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengelola lingkungan dan mengolah sumberdaya secara aktif sesuai dengan seleranya. Karena itulah manusia mengembangkan kebiasaan yang melembaga dalam struktur sosial dan kebudayaan mereka. Karena kemampuannya beradaptasi secara aktif itu pula, manusia berhasil menempatkan diri sebagai makhluk yang tertinggi derajatnya di muka bumi dan paling luas persebarannya memenuhi dunia.
Di lain pihak, kemampuan manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif itu telah membuka peluang bagi pengembangan berbagai bentuk organisasi dan kebudayaan menuju peradaban. Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan kebudayaan dunia, baik sebagai perwujudan adaptasi kelompok sosial terhadap lingkungan setempat maupun karena kecepatan perkembangannya.
MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN INDONESIA
Dinamika sosial dan kebudayaan itu, tidak terkecuali melanda masyarakat Indonesia, walaupun luas spektrum dan kecepatannya berbeda-beda. Demikian pula masyarakat dan kebudayaan Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun perkembangannya dewasa ini agak tertinggal apabila dibandingkan dengan perkembangan di negeri maju lainnya. Betapapun, masyarakat dan kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah mengalami kemandegan sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi.
Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang mmicu perubahan sosial, Petama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka .
Betapapun cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang melanda, dan factor apapun penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan kontra terhadap masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi pro dan kontra itu dapat mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi sosial terutama dalam masyarakat majemuk dengan multi kultur seperti Indonesia.
PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN DEWASA INI
Masyarakat Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba yang amat dahsyat sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh. Sedang tuntutan reformasi itu berpangkal pada kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Tidaklah mengherankan apabila masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami kelimbungan dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini.
Penerapan teknologi maju
Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional selama 32 tahun yang lalu telah menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping ketrampilan dan keahlian tenagakerja dengn sikap mental yang mendukungnya. Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive capital investment); Modal yang besar itu harus dikelola secara professional (management) agar dapat mendatangkan keuntungan materi seoptimal mungkin; Karena itu juga memerlukan tenagakerja yang berketrampilan dan professional dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan (achievement orientation).
Tanpa disadari, kenyataan tersebut, telah memacu perkembangan tatanan sosial di segenap sector kehidupan yang pada gilirannya telah menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dalam proses perkembangan sosial budaya itu, biasanya hanya mereka yang mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik, ekonomi dan teknologi yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang tidak siap akan tergusur dan semakin terpuruk hidupnya, dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan sosial yang pada gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar potensi konflik sosial.dalam masyarakat majemuk dengan multi kulturnya.
Keterbatasan lingkungan (environment scarcity)
Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat exploitative dan expansif dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin berat yang mahal harganya dan beaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan dhutan secara besar-besaran tanpa mengenal waktu siang dan malam, demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus menerus dan mengoah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar. Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang pada gilirannya mengancam kehidupan penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan mengembangkan kehidupan di lingkungan yang di explotasi secara besar-besaran.
Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas lingkungan geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada sumber daya alam yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang dengan peralatan modern, kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan kearifan lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat.
Ketimpangan sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya juga menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang harus nmampu memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang seringkali dilupakan orang adalah lumpuhnya pranata sosial lama sehingga penduduk seolah-olahkehilangan pedoman dalam melakukan kegiatan. Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam menata kehidupan pendudduk sehari-hari. Seolah-olah terah terjadi kelumpuhan sosial seperti kasus lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa alas an hokum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak.
Kelumpuhan sosial itu telah menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut dengan pertikaian yang disertai kekerasan ataupun amuk.
PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN
Sejumlah peraturan dan perundang-undangan diterbitkan pemerintah untuk melindungi hak dan kewajiban segenap warganegara, seperti UU Perkawinan monogamous, pengakuan HAM dan pengakuan kesetaraan gender serta pengukuhan “personal, individual ownership” atas kekayaan keluarga mulai berlaku dan mempengaruhi sikap mental penduduk dengan segala akibatnya.
PENDIDIKAN
Kekuatan perubahan yang sangat kuat, akan tetapi tidak disadari oleh kebanyakan orang adalah pendidikan. Walaupun pendidikan di manapun merupakan lembaga ssosial yang terutama berfungsi untuk mempersiapkan anggotanya menjadi warga yang trampil dan bertanggung jawab dengan penanaman dan pengukuhan norma sosial dan nilai-nilai budaya yang berlaku, namun akibat sampingannya adalah membuka cakrawala dan keinginan tahu peserta didik. Oleh karena itulah pendidikan dapat menjadi kekuatan perubahan sosial yang amat besar karena menumbuhkan kreativitas peserta didik untuk mengembangkan pembaharuan (innovation).
Di samping kreativitas inovatif yang membekali peserta didik, keberhasilan pendidikan menghantar seseorang untuk meniti jenjang kerja membuka peluang bagi mobilitas sosial yang bersangkutan. Pada gilirannya mobilitas sosial untuk mempengaruhi pola-pola interaksi sosial atau struktur sosial yang berlaku. Prinsip senioritas tidak terbatas pada usia, melainkan juga senioritas pendidikan dan jabatan yang diberlakukan dalam menata hubungan sosial dalam masyarakat.
Dengan demikian pendidikan sekolah sebagai unsur kekuatan perubahan yang diperkenalkan dari luar, pada gilirannya menjadi kekuatan perubahan dari dalam masyarakat yang amat potensial. Bahkan dalam masyarakat majemuk Indonesia dengan multi kulturnya, pendidikan mempunyai fungsi ganda sebagai sarana integrasi bangsa yang menanamkan saling pengertian dan penghormatan terhadap sesama warganegara tanpa membedakan asal-usul dan latar belakang sosial-budaya, kesukubangsaan, keagamaan, kedaerahan dan rasial. Pendidikan sekolah juga dapat berfungsi sebagai peredam potensi konflik dalam masyarakat majemuk dengan multi kulurnya, apabila diselenggarakan dengan benar dan secara berkesinambungan.
Di samping pendidikan, penegakan hukum diperlukan untuk menjain keadilan sosial dan demokratisasi kehidupan berbangsa dalam era reformasi yang memicu perlembangan sosial-budaya dewasa ini. Kebanyakan orang tidak menyadari dampak sosial reformasi, walaupun mereka dengan lantangnya menuntut penataan kembali kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sesungguhnya reformasi mengandung muatan perubahan sosial-budaya yang harus diantisipasi dengan kesiapan masyarakat untuk menerima pembaharuan yang seringkali menimbulkan ketidak pastian dalam prosesnya.
Tanpa penegakan hukum secara transparan dan akuntabel, perkembangan sosial-budaya di Indonesia akan menghasilkan bencana sosial yang lebih parah, karena hilangnya kepercayaan masyarakat akan mendorong mereka untuk bertindak sendiri sebagaimana nampak gejala awalnya dewasa ini. Lebih berbahayalagi kalau gerakan sosial itu diwarnai kepercayaan keagamaan, seperti penatian datangnya ratu adil dan gerakan pensucian (purification) yang mengharamkan segala pembaharuan yang dianggap sebagai “biang” kekacauan.
Betapaun masyarakat harus siap menghadapi perubahan sosial budaya yang diniati dan mulai dilaksanakan dengan reformasi yang mengandung makna perkembangan ke arah perbaikan tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Studi kasus :
IMBAL JASA LINGKUNGAN
DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR
(Studi kasus : Kabupaten Karanganyar – Kota Surakarta)
TUGAS AKHIR
OLEH :
TOMMY FAIZAL W.
L2D 005 406
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2009
ABSTRAK
Kebutuhan air untuk memenuhi aktivitas penduduk makin meningkat. Peningkatan itu terjadi bukan
hanya karena penduduk yang bertambah, tetapi juga karena aktivitas yang membutuhkan air meningkat,
seperti kawasan industri, perdagangan, pendidikan, pariwisata, dan sebagainya. Peningkatan kebutuhan air
yang mencapai 4-8% pertahun perlu diantisipasi secara baik agar tidak terjadi krisis air dimasa mendatang.
Untuk menghadapi meningkatnya kebutuhan air dan kompetisi penggunaaan air yang semakin ketat maka
diperlukan pengelolaan sumberdaya air yang memadai (Darmawan, 2006).
Pelaksanaan pembangunan selama ini secara umum telah berhasil meningkatkan kesejahteraan
masyarakat baik dari segi kualitas maupun kuantitas dalam kondisi jumlah penduduk yang semakin
meningkat. Namun sebagian dari pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan potensi sumber daya alam
ternyata berdampak pada terjadinya kerusakan atau penurunan kualitas daya dukung lingkungan karena
tidak diiikuti dengan upaya pelestarian lingkungan. Meningkatnya kerusakan lingkungan mengakibatkan
meningkatnya ancaman terjadinya bencana lingkungan. Salah satu indikator kerusakan lingkungan
diantaranya adalah lahan kritis. Menurut BP DAS Pemali-Jratun, Serayu-Opak-Progo, dan BP DAS Solo
Jawa Tengah Dalam Angka (JDA) 2008, luas lahan kritis di Jawa Tengah mencapai 572.431,37 ha yang
tersebar di berbagai Daerah Aliran Sungai (DAS) (PSDA Jateng, 2008).
Upaya pelestarian lingkungan pada lahan kritis telah dilaksanakan oleh pemerintah dengan dana
APBN maupun APBD bersama masyarakat. Namun mengingat kompleksitas dan intensitas permasalahan
lingkungan yang semakin tinggi, maka diperlukan upaya yang lebih intensif dan terpadu dengan
memanfaatkan seluruh potensi sumber daya yang ada. Salah satu upaya yang dapat dikembangkan
diantaranya adalah melalui penerapan Imbal Jasa Lingkungan (Payment for Environmental Service/PES).
Kendala terbesar adalah merubah paradigma pemanfaatan jasa lingkungan yang selama ini
memperoleh secara gratis menjadi pemanfaat jasa yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan
Dari uraian diatas maka pertanyaan penelitian yang muncul adalah bagaimana imbal jasa lingkungan
dapat diterapkan sebagai salah satu upaya menjaga potensi sumber daya air ?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan memberikan
gambaran, penjelasan serta pengertian tentang keadaan atau apa yang ada di wilayah studi dengan jelas
untuk menganalisa data yang berbentuk non numerik. Kualitatif deskriptif digunakan untuk menganalisis
potensi dan sebaran mata air dan air tanah, jenis kegiatan yang terdapat di sekitar mata air dan air tanah,
pelaku kegiatan di sekitar mata air dan air tanah, peran dan kontribusi pelaku kegiatan, dan tingkat
penerimaan (acceptance) terhadap penerapan imbal jasa lingkungan. Selain itu digunakan metode super
impose yang bermanfaat dalam kaitannya dengan aspek keruangan dimana menggunakan bantuan
peta.Metode skoring digunakan untuk memnentukan jenis kegiatan apa yang dapat dikenai imbal jasa
lingkungan berdasarkan beberapa kriteria yang telah ditentukan.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan teknik skoring dihasilkann lima kegiatan yang
masuk dalam kelompok kegiatan yang layak dikenakai imbal jasa yaitu industri tekstil, industri air minum
dalam kemasan (AMDK), industri berat (logam), PDAM, dan penjualan air bersih dengan truk tangki. Selain
itu terdapat tiga kegiatan yang memiliki total nilai antara tujuh sampai tujuh belas yaitu peternakan, hotel
dan restoran, dan pariwisata dimana masuk dalam kriteria tidak layak dikenai imbal jasa lingkungan.
Pola penerapan imbal jasa oleh badan usaha milik daerah yaitu PDAM di wilayah studi
menggunakan mekanisme imbal jasa secara langsung. Implementasi imbal jasa lingkungan tersebut melalui
pembayaran jasa lingkungan oleh PDAM di Kecamatan Ngargoyoso yang merupakan daerah sumber air
baku PDAM. Mekanisme penerapan imbal jasa lingkungan oleh pelaku dunia usaha (industri AMDK,
industri tekstil, dan industri berat) menggunakan model imbal jasa melalui lembaga mediasi dimana
lembaga tersebut terdiri dari pihak-pihak terkait pemanfaatan sumber daya air. Pihak-pihak tersebut antara
lain perangkat desa, paguyuban pengguna air (P3A), dan gabungan kelompok tan di daerah hulu yaitu
Kecamatan Ngargoyoso, Karangpandan, dan Tawangmangu.
Kata kunci : imbal jasa lingkungan, sumber daya air, pelestarian sumber daya air
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan air untuk memenuhi aktivitas penduduk makin meningkat. Peningkatan itu
terjadi bukan hanya karena penduduk yang bertambah, tetapi juga karena aktivitas yang
membutuhkan air m eningkat, seperti kawasan industri, perdagangan, pendidikan, pariwisata, dan
sebagainya. Peningkatan kebutuhan air yang mencapai 4-8% pertahun perlu diantisipasi secara baik
agar tidak terjadi krisis air dimasa mendatang. Untuk menghadapi meningkatnya kebutuhan air dan
kompetisi penggunaaan air yang semakin ketat maka diperlukan pengelolaan sumberdaya air yang
memadai.
Pelaksanaan pembangunan selama ini secara umum telah berhasil meningkatkan
kesejahteraan masyarakat baik dari segi kualitas maupun kuantitas dalam kondisi jumlah penduduk
yang semakin meningkat. Namun sebagian dari pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan
potensi sumber daya alam ternyata berdampak pada terjadinya kerusakan atau penurunan kualitas
daya dukung lingkungan karena tidak diiikuti dengan upaya pelestarian lingkungan. Meningkatnya
kerusakan lingkungan mengakibatkan meningkatnya ancaman terjadinya bencana lingkungan.
Salah satu indikator kerusakan lingkungan diantaranya adalah lahan kritis. Menurut BP DAS
Pemali-Jratun, Serayu-Opak-Progo, dan BP DAS Solo Jawa Tengah Dalam Angka (JDA) 2008,
luas lahan kritis di Jawa Tengah mencapai 572.431,37 ha yang tersebar di berbagai Daerah Aliran
Sungai (DAS)(PSDA Jateng, 2008).
Upaya pelestarian lingkungan pada lahan kritis telah dilaksanakan oleh pemerintah dengan
dana APBN maupun APBD bersama masyarakat. Namun mengingat kompleksitas dan intensitas
permasalahan lingkungan yang semakin tinggi, maka diperlukan upaya yang lebih intensif dan
terpadu dengan memanfaatkan seluruh potensi sumber daya yang ada. Salah satu upaya yang dapat
dikembangkan diantaranya adalah melalui penerapan Imbal Jasa Lingkungan (Payment for
Environmental Service/PES).
Konsep Imbal Jasa Lingkungan didasarkan pada pemahaman bahwa lingkungan berserta
segenap komponen didalamnya memiliki peran dalam mendukung kehidupan yang selama ini
belum dipertimbangkan dalam sistem ekonomi. Sebagai contoh, nilai suatau kawasan hutan hanya
dihitung berdasarkan jumlah produksi kayu, tanpa memperhitungkan peran (jasa) hutan dalam
pengaturan tata air, pencegahan bencana alam, sumber keanekaragaman hayati, penyerapan polutan
atau karbon, penyediaan pemandangan yang indah, dan lain-lain. Pengelola hutan yang menjamin
tidak mengubah fungsi hutan dapat dianggap sebagai penyedia (seller) jasa. Pada sisi lain, pihak
2
yang memanfaatkan keberadaan hutan dapat dikategorikan sebagai pengguna (buyer) jasa. Dalam
sistem ekonomi pihak pengguna harus membayar kepada penyedia untuk dapat memanfaatkan jasa
tersebut.
Jenis jasa lingkungan yang berkembang saat ini meliputi perlindungan air baku,
pengelolaan daerah aliran sungai, konservasi keanekaragaman hayati, perdagangan karbon, dan
keindahan alam. Contoh penerapan PES dalam skala nasional dilaksanakan di Kosta Rika yang
dilakukan dengan memotong keuntungan penjualan bahan bakar untuk biaya konservasi dan
penanaman pohon. Penerapan di Indonesia telah dirintis dan dimediasi oleh lembaga swadaya
masyarakat peduli lingkungan di Propinsi NTB, Lampung, Banten, dan Jawa Barat. Penerapan
imbal jasa lingkungan di Jawa Tengah telah dikembangkan di Kabupaten Magelang dengan
pendampingan dari Environmental Service Programme (ESP), sebuah lembaga yang didanai oleh
US-AID.
Selain di Kabupaten Magelang, pelaksanaan program imbal jasa lingkungan di Jawa tengah
juga sudah dilaksanakan di Kabupaten Klaten melalui pengembangan hutan asuh oleh perusahaan
air mineral dan pengalokasian dana oleh pengelola Bengawaan Solo yang bersumber dari pungutan
(pajak) pencemaran. Dari sisi regulasi, imbal jasa lingkungan telah diatur dalam perda Propinsi
Jawa Tengah no.5 tahun 2007 tentang pengendalian lingkungan hidup pada pasal 14 tentang jasa
lingkungan hidup.
Penerapan konsep imbal jasa lingkungan untuk perlindungan air baku di Jawa Tengah
sangat memungkinkan untuk dikembangkan dalam rangka untuk menjaga potensi sumber daya air.
Meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kesejahteraan di Jawa Tengah menuntut peningkatan
pemenuhan kebutuhan air. Kebutuhan air Jawa Tengah diperkirakan kurang lebih sebesar 12 milyar
m3/tahun, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pertanian sebesar 11 milyar m3/tahun dan
kebutuhan air baku industri perkotaan sebesar 1,7 milyar m3/tahun. Pemenuhan kebutuhan air
tersebut sebagian berasal dari mata air dan Air Bawah Tanah (air tanah). Pada sisi lainnya, luasnya
kerusakan lingkungan pada catchment area sumber air baku tersebut menyebabkan berkurangnya
suplai Air Tanah yang bermuara pada banyak mata air yang mati atau tidak mengalir sepanjang
tahun. Kerusakan pada catchment area juga berpotensi meningkatkan ancaman terjadinya banjir
karena air hujan yang meresap ke dalam tanah semakin kecil sementara aliran permukaan semakin
meningkat (Balitbang Prop.Jateng, 2008).
Data Statistik Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah
mata air di Jawa Tengah sebanyak 763 buah, dengan kapasitas 862.297,044 m3/tahun yang
sebagian besar tersebar di Kabupaten Klaten (136 mata air), Kabupaten Karanganyar (109 mata
air), dan Kabupaten Banjarnegara sebanyak 101 mata air (BLH, 2008). Pemanfaatan mata air
tersebut diantaranya untuk memenuhi kebutuhan air minum domestik, irigasi, maupun industri
3
(termasuk air minum dalam kemasan/AMDK), dari potensi air tanah di Jawa Tengah sebesar
kurang lebih 7,5 milyar m3, pemanfaatan air tanah diperkirakan sebesar 156.578.851 m3/tahun.
Potensi sumber daya yang ada tersebut telah merangsang bertambahnya jumlah pengguna
komersial yang memanfaatkan air baik sebagai bahan baku utama maupun sebagai pendukung
dalam proses produksi usahanya. Namun hingga saat ini jaminan sosial berupa kontribusi kembali
ke alam masih belum ada padahal pengelolaan sumber daya air merupakan tanggung jawab
bersama antara hulu-hilir (kontribusi pengguna/pemanfaat/publik kepada alam).
Pemanfaatan sumber mata air maupun air tanah, utamanya untuk keperluan komersial,
dikenai pajak atau retribusi dan merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD
yang diterima tersebut, disamping untuk membiayai pembangunan, sebagian juga harus digunakan
untuk membiayai konservasi guna menjaga kelestarian fungsi lingkungan tersebut. Dengan
demikian, penerapan imbal jasa lingkungan diharapkan mampu mendorong pemerintah untuk
meningkatkan alokasi belanja lingkungan khususnya untuk perbaikan sumber daya alam penghasil
pajak atau retribusi dalam rangka menjaga keberlanjutan penerimaan pendapatan itu sendiri.
Masyarakat diharapkan dapat meningkatkan partisipasi, baik melalui perbaikan fisik lingkungan
maupun menjadi mediator atau pemberian dukungan moral agar pemanfaatan jasa lingkungan
bersedia memenuhi kewajiban untuk ikut menjaga kelestarian fungsi lingkungan. Kendala terbesar
adalah mengubah paradigma pemanfaatan jasa lingkungan yang selama ini memperoleh secara
gratis menjadi pemanfaat jasa yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan. Pada
wilayah studi yaitu Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta belum pernah ada bentuk imbal
jasa lingkungan yang diterapkan sebelumnya.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan ketersediaan air saat ini sudah menjadi suatu permasalahan yang penting,
khususnya di Pulau Jawa, Bali maupun kepulauan Nusa Tenggara. Kebutuhan air yang terus
meningkat tidak dapat diimbangi oleh siklus air yang relatif tetap. Degradasi di daerah tangkapan
air, perubahan lahan akibat tekanan aktifitas penduduk telah merubah badan air yang terbentuk di
daratan sehingga di beberapa wilayah pada saat musim hujan terjadi banjir dan pada musim
kemarau daerah yang sama mengalami kekeringan.
Perubahan ini membuat penduduk yang semula mengandalkan air sungai untuk memenuhi
kebutuhan airnya mulai beralih ke pengguanaan air tanah. Akibatnya penggunaan air tanah
meningkat sangat pesat bahkan di beberapa tempat ketergantungan pasokan air tanah telah
mencapai 70%, namun kebutuhan ini tidak dapat diimbangi penyediaan sumber air baku oleh
pemerintah sehingga terjadi penurunan permukaan air tanah. Penurunan permukaan air tanah
mengakibatkan sumur kering, amblasnya tanah dan intrusi air laut.
Opini: air merupakan sumber daya alam yang harus di kelola dengan baik agar kebutuhan kita sebagai manusia bisa dipenuhi dan alam etap terjaga dengan baik.

Sumber referensi:
http://eprints.undip.ac.id/3727/1/BAB_I.pdf




http://black59.blogspot.com/2010/02/7-unsur-unsur-kebudayaan.html?zx=1cb59ca4c37ded5

http://mahardhikazifana.com/culture-literature-sastra-budaya/mengeksplorasi-ilmu-budaya-2-wujud-kebudayaan.html

http://www.wikimu.com/News/DisplayNewsRemaja.aspx?id=5142